About

If I wind....I can bring every single laugh and tears in the same way
Should I tell you like the same way when I was crying or laughing at that time?

Let's be a friend!!!

Cari Blog Ini

Tentang Langit, Angin dan Cinta


Aku Angin
            Dulu waktu SMA, aku selalu heran dengan teman-temanku yang alay  banget  kalau curhat masalah cowok, masalah cinta, masalah  cinta segitiga mereka atau apa pun yang berhubungan dengan perasaan aneh itu. Karena jujur aja, aku bingung mau nanggepin gimana. Selama 18 tahun aku hidup kayaknya aku belum pernah tuh naksir makhluk yang namanya cowok. Halah…boro-boro naksir, orang bawaanya emosi melulu kalau deket-deket sama mereka. Nggak tau juga kenapa. Aku cuma ngerasa ribet kalau ngomng sama mereka.
            Sampai saat akhir masa-masa kuliah , saat beberapa kawanku sudah mulai merencanakan ‘masa depan’ mereka aku malah asyik merancang  target terbesarku: beasiswa ke Havard. Aku bahkan belum kepikiran siapa sih orang yang aku suka. Sempet juga aku curiga lho kalau aku ini sejenis sama maho. Kwkwkw.
            Sampai  suatu hari aku ketemu sama makhluk itu. Saat masa orientasi mahasiswa  baru di UGM, aku dan dia sama-sama jadi pemandu. Bukan kali pertama sih. Dia sekelas denganku waktu SMA.  Dulu sih aku hanya  menganggapnya cowok biasa…kalau anak-anak ROHIS menyebutnya ikhwan lah (yah, maksudku nggak alim tingkat dewa gitu lah), temen sekelas dan kami juga sering banget dilibatkan dalam event yang sama. Kebetulan juga kami masuk di universitas yang sama walau beda fakultas. Entah darimana muasalnya jantungku bisa bertalu-talu saat aku melihatnya.  Cewek yang walaupun jilbaban lumayan gede masih aja bergelut dengan tanah Merapi, Merbabu, Bromo dan kawan-kawannya. Masih aja nyempetin naik turun gunung walau nyadar tugas kuliah udah deadline semua. Entah kenapa rasanya tuh aku bisa ngeluarin sifat feminimku di depan dia. Wew…God, apa yang terjadi denganku?

Aku Langit.
            Aku tak pernah tahu gimana komentar laki-laki lain saat mereka  jatuh cinta. Tapi buatku itu hal yang sangat menyiksa. Apalagi  perasaan itu datang saat belum waktunya. Wuih!! Rasanya seperti pengin nancepin nih kepala di trisula. Khususnya buat orang yang sudah benar-benar faham bahwa pacaran itu haram, mendekati zina, dilarang agama…bla…bla…bla. Hew…udah nyiksa banget tuh.
            Aku pernah kenal perempuan yang dulu pernah jadi teman sekelasku. Dia gadis yang tak pernah bisa duduk tenang di kelas, usil, lucu, lumayan tomboy—nggak lumayan ding, tomboy banget malah—tapi  manis sekali kalau tertawa. Dua lesung pipit langsung menghiasi pipi ranumnya.
            Aku merasa nyaman kalau bicara dengannya. Sekedar membahas tugas sekolah atau  acara ekskul yang diadakan sekolah. Mungkin karena dia bukan tipikal perempuan yang malu-malu kalau bicara dengan lawan jenis. Bisa juga sih karena pembawaannya yang easy going dan ceria. Entahlah, tapi satu hal yang bisa kusimpulkan: aku jatuh cinta padanya.
            Tuhan…cinta kayak gini nih yang nyebelin banget. Udah orang yang ditaksir nggak nyadar-nyadar, mana dia cuek banget lagi. Ditambah pula dia itu gampang banget bikin aku cemburu. Ya aku tahu sih, dia emang tipe manusia care sama semua orang tanpa kecuali. Tapi apa iya dia segitu gampangnya senyum cengar-cengir di depan cowok lain. Igh….
            Aku benar-benar mati-matian menolak perasaanku sendiri. Menghindari dia sejauh-jauhnya, puasa sebanyak-banyaknya, dan menyibukkan diri di berbagai kepanitian sekolah dan les tambahan.
            “Wow, kamu hebat banget. Bisa ya ngehandel semuanya. Keren.”
            Dan itu pujian darinya yang sukses melunturkan dinding pertahananku. Aku menyerah. Dan mulai menyelipkan satu doa tiap selesai sholat. Ya Allah, kalau dia memang bagian rusuk kiriku yang kau ambil, tolong sampaikan perasaan ini padanya, jaga hatinya dan dekatkalah dia padaku, tapi  kalau bukan ya Allah…tolong jauhkan dia sejauh-jauhnya.
            Sepertinya doaku dikabulkan. Walaupun aku satu universitas dengannya, tapi kami jarang ketemu. Setidaknya itu meringankan perasaanku. Yah walauun sekali dua kali aku bertemu dengannya, tapi sepertinya dia tak melihatku. Dan itu sudah cukup membuat jantungku kembali berdegup.
            Sampai saat aku mendaftarkan diri sebagai pemandu untuk masa orientasi mahasiswa baru, aku kembali melihatnya. Dia dengan mata beningnya menatapku lama. Dia tersenyum kikuk sambil mengangguk pelan. Dan aku kembali berharap. Ya Allah tolong sampaikan perasaanku padanya.

Aku angin
            Astagfirullah…pasti otakku sudah mulai nggak beres. Apa jangan-jangan gara-gara nih skripsi nggak kelar-kelar aku jadi mulai keracunan ya. Ah, nggak ah. Tapi kenapa dari tadi aku bisa ngeblank gini di depan laptop ya. Bahkan angin semilir dari rimbunnya kampus Kedokteran pun tidak sanggup melegakan otakku yang berasa mampet. Cuma gara-gara inget laki-laki itu kenapa semua ide yang tertata tadi luluh lantak di terjang ombak Parangtritis ya.
            Aku menyentuh dadaku pelan. Memastikan kalau jantungku masih berdetak normal. Lho…kenapa sekarang jadi deg-degan lagi sih. Astaghfirullah. Oi!Oi! What happen?
            “Kamu jatuh cinta, Bila?” pekik Luna, teman se- kosku shock. “Wah… alhamdulillah…ternyata kamu normal.”
            “Hah?! Kok bisa? Mana ada?! Tampang unyu-unyu gini dibilang jatuh cinta. Belum cukup umur ah,” kilahku cepat.
            “Tampang unyu-unyu?! Makan tuh unyu-unyu. Nyadardong, bro…udah semester akhir.”
            “Iya, iya…tapi mana ada aku segampang itu jatuh cinta. Sama orang itu lagi.”  Bayangan cowok itu langsung mampir lagi di sudut otakku. Mana ada aku bisa jatuh cinta sama cowok cuek macam dia?!
            Luna tertawa. “Makanya jangan Subota[1] doang yang dibaca. Novel-novel teenlit itu dibaca juga dong.”
            Aku terpana. Lha hubungannya apa coba? Aku menghela nafas dalam begitu Luna ngakak. Jatuh cinta? Apa iya?

Aku Langit
            “Makan, bro?” Aku menoleh saat karibku menawarkan semangkok pangsit padaku. Aku menggeleng lemah.
            “Puasa lagi?” Aku mengangguk sambil membalas tatapan herannya. “Ya elah, elu niatan ngirit luar biasa apa emang puasa sih?!”
            Aku tersenyum. Ada yang lebih penting dari itu sob, jeritku dalam hati. Aku buru-buru mengemasi barangku sebelum dia bertanya lebih jauh. Ada yang harus kulakukan juga di kantor administrasi universitas.
            Langkahku terhenti. Dan tubuhku bergetar melihatnya. Gadis dengan balutan jilbab biru muda itu tengah berjalan melintasi gedung perpus. Warna favoritnya dari dulu. Ya Allah…kenapa akhir-akhir ini sering sekali ketemu sih. Terlambat untuk menghindar. Mata beningnya menatapku, tapi dia buru-buru menunduk setelah memberikan seulas senyum.
            Aku teringat kata-kata yang aku camkan 5 tahun lalu. Jika kau mencintainya jangan pernah mengganggunya, mengatakan apapun padanya, merobohkan imannya. Jangan tunjukkan apapun padanya, jangan mempesonanya. Doakan jodoh yang terbaik untukmu dan untuknya. ‘Dia’ pasti akan datang pada saatnya. Dan kapan waktunya?
            Ya Allah kalau memang jodoh mudahkanlah dan sampaikan cinta ini padanya. Kalua tidak tolong jauhkan dia sejauh-jauhnya. Bismillah. Saatnya bergerak sebagai laki-laki bro!

Aku Angin
            Oh well, berdasarkan data yang aku peroleh. Tanya sana-sini, curhat sana curhat sini. Sampai aku bela-belain semedi ke Merbabu buat jernihin pikiranku. Tanya sama mbak-mbak yang sudah lulus tahun-tahun sebelumnya…kayaknya aku positif jatuh hati deh. Dengannya. Oh my…what should I do? So…ini pertama kalinya aku bisa nyimpulin kalau cinta itu ngebingungin.
            “Trus aku musti gimana mbak? Aku bakalan sering ketemu sama dia nih. Kita didivisi yang sama coba mbak. Aku musti gimana?” Aku mulai alay. Oh, well…aku ngerti sekarang kenapa dulu temen-temenku pada alay banget kalau soal ginian.
            Mbak yang jadi tempat curhatku itu cuma tertawa melihat ekspresiku. “Yang namanya jodoh nggak bakalan kemana kok, deg.”
            Aku merengut. Iya sih tapi jantungku bisa kena stroke dadakan kalau kepental-pental terus gini. Padahal dulu juga biasa aja tuh kalau ketemu, trus kenapa akhir-akhir ini jadi kayak gini ya. Aku menyentuh pipiku yang akhir-akhir ini sering memerah kalau ketemu dengannya. Coba dihitung, kami jadi pemandu di kelompok yang sama, di divisi yang sama di UKM universitas, berkali-kali jadi panitia di tempat yang sama. Oh God…jangan-jangan ini tanda-tanda…
            Bayanganku memudar medengar bunyi SMS dari ponselku. Aku menahan nafas ngeliat nama yang terpampang di inbox. Nama yang hanya aku hubungi kalau ada reunian kelas SMA. Iqbal.
            Nabila, ada yang mau aku bicarakan. Bisa ketemuan?
            Dan jantungku benar-benar berdentum lima kali lipat.

Aku cinta
            Nabila cengar-cengir sendiri melihat undangan—koreksi: desain undangan maksudnya—yang  dipegangnya. Dia meraba nama yang tertera di undangan itu. Memastikan kalau tidak ada kesalahan penulisan atau apa. Duh…duh…dia mulai lebay tuh. Iqbal  Rahardian.  Nabila Syafira. Nabila terlonjak begitu mendengarnya ponselnya berbunyi.
            Langit. Nama yang tertera di layar ponsetnya. Itu Iqbal. Dia cepat mengetik SMS balasan untuk laki-laki itu penuh semangat.
            “Boleh aku tanya?”
            “Apa?”
            “Apa kau menerima lamaranku karena kamu menyukaiku?’
            Nabila tertawa memacanya. “Iyalah.”
            “Sejak kapan?”
            “Ehm…sejak jadi pemandu bareng. Kamu sendiri?”
            “Sejak SMA. Kelas 2.”
            Nabila shock membacanya. Wah…nggak disangka. Dia membuka inboxnya saat SMS iqbal datang sebelum dia sempat membalas SMS sebelumnya.
            “Sepertinya Allah mengabulkan doaku untuk menyampaikan perasaanku padamu saat waktunya.”
            Pipi Nabila bersemu. Bersyukur banget dia cuma sendirian di kamarnya. Setidaknya dia tidak akan direcoki adiknya yang memang selalu tidur bareng dia.
            “Boleh aku tanya?”
            “Apa?”
            “Kenapa kau menyebutku angin?”
            “Karena kamu itu menyejukkan seperti angin. Ceria seperti angin laut. Tapi juga kadang dingin dan cuek seperti angin gunung. Kamu sendiri kenapa memanggilku langit.”
            Nabila tersipu. Wuih…romantis juga orang ini. Nggak mau kalah ah.
            “Karena kamu langitku. Kamu memberi matahari waktu siang dan bulan waktu malam. Kamu memberi mendung tapi juga memberi pelangi. Dan itu sempurna buatku. Aku juga berharap kamu bisa menjadi langitku selamanya. Karena langit akan selalu menemukan angin dimana pun dia berada kan? ” Nabila terkikik  membaca SMS balasannya.
            Nabila memeluk teddy bear yang dikirim Iqbal dan keluarganya bersama barang seserahan tadi sore. Salah satu benda yang diinginkan Nabila dan membuat Iqbal ngakak setelah sebelumnya ternganga.
            Well, apa itu cinta. Dia adalah hal yang sederhana. Dia datang disaat yang kadang tidak diharapkan. Tapi dia sungguh sangat sederhana. Dia tidak perlu diperlakukan istimewa karena dia yang akan memperlakukanmu istimewa. Simpanlah segala bentuk ungkapan cinta dan derap-derap hati rapat-rapat. Allah akan menjawabnya dengan lebih indah di saat yang tepat.

Dan Cinta itu Ada
            Nabila menatap lekat Ami, adik ceweknya yang masih SMA yang sedang asyik nonton TV disampingnya. Dia menyipitkan mata. “Deg, kamu pernah jatuh cinta nggak?”
          Ami langsung menoleh mendengar kata sensitif itu disebut kakaknya. “Ya pernah lah, Mbak. Aku kan normal.” Ami menatap kakaknya yang malah pasang tampang manyun. “Yaelah, Mbak…nggak usah sok galau napa? Kalau mbak tanya: kenapa ya aku belum pernah jatuh cinta sebelum Kak Iqbal ngelamar Mbak. Jawabannya gampang kok. Bisa aja kan, Kak Iqbal itu jatuh hati sama Mbak duluan. Trus dia doain mbak supaya hati mbak itu nggak kepincut sama cowok lain sampai saatnya tiba. Dan begitu saatnya tiba kepincutlah, Mbak sama Kak Iqbal. Case Closed!”
            Nabila ternganga. “Lho deg, kok kamu tahu apa yang mbak mau tanyain?”
            Ami menghela nafas. Well, Mbak…tahukah Mbak, Mbak udah nanyain pertanyaan yang sama dan mengutarakan jawaban yang sama lima belas kali dalam sehari. Udah over dosis aku dengernya!!!!!!!
                                                                                   
                                                                                   
                                                                              From my beloved siste’s story, nad my friend's status
                                                                             Big thanks.. ^^v

           

             



[1] Kamus anatomi fisiologi Kedokteran

¡Compártelo!

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
 
Little Queen Wind Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger