The Person who Allah Put Next to Me
Then Put Me Next to Him
Awal Januari 2017
Tahun galau, judulnya ini! Bukan galau jodoh kok! Serius! Diantara deadline ujian anak farmasi yang lamanya sebulan banget, persiapan buat PKPA, dan satu lagi… galau karena pada akhirnya, di akhir semester aku kuliah profesi Bapak masih tidak meng-acc proposal hidupku untuk S2. L Di accnya hanya di univ sebelah. Hiks! Aku nggak tahu gimana rasanya diputusin cowok, gagal move on, sampai patah hati gara-gara ditinggal nikah gebetan…aku nggak tahu gimana rasanya itu semua (lha gimana, lha belum pernah ngrasain juga). Tapi yang pasti rasanya menyakitkan banget ketika akhirnya aku capek loby ke Bapak buat diijinin kuliah di LN, dan selalu mendapatkan penolakan. Rasanya itu tambah terpatah-patah dan baper banget tiap liat temen-temen wira-wiri ke akademik buat translatin Ijazah atau minta surat rekomendasi. Hiks! Hiks!
Tambah galau lagi begitu satu persatu temen-temenku mulai berkabar. Ada yang sudah keterima di Korea, di Birmingham, di Belanda bahkan di 5 Universitas di Belanda. (T_T). Rasanya hatiku nggak cuma patah-patah, udah remuk deh. Tapi ya sudah, memang belum rejeki. Atau setidaknya, aku memang belum mencoba sama sekali. Masalahnya adalah, aku belum ada rencana lain selain lanjut S2. Lha terus, kalau aku lulus, mau ngapain dong. Jadi pengacara? Pengangguran banyak acara? L
Sampai aku pernah kepikiran: aku nikah aja deh, biar bisa S2. Pokoknya kalau cowoknya nggak ngijinin S2, aku nggak mau sama dia. Nggak mau! Nggak tau ya kenapa aku jadi melakukan segala cara untuk bisa S2. Wwkwkkw.
Akhir Januari 2017
“Ya wes, nikah aja ya?”
Hah? What?! Allahu Rabbi!
Rasanya ponselku menjelma jadi malaikat pencabut nyawa, dan aku cuma bengong di depannya. Nggak sanggup berkata apa-apa. Hello, plis! Hon maap yaa….. Aku masih 17…eh 22 tahun ding. Ehm, koreksi, 23 tahun, tahun 2017 ini ding. Tapi kan masih lama banget ituu. Ini masih bulan Januari, plis! Tapi telpon dari Bapak itu rasanya kayak titah dari Raja trus aku harus bilang: “Hyee, choenaa!” Plus pose bungkukin punggung (-_-)
Sebenarnya itu lagu lawas. Sejak aku masih semester 5 malah. Selalu jadi hot issue dan trending topic kalau di rumah. Dan juga selalu kuanggap sebagai angin lalu. Ehm, sebenarnya bukan berarti menyepelekan, sih. Ketika temen-temen ngeliat aku baca buku tentang pernikahan, seri Wonderfull Family punyanya Ust. Cahyadi, atau diskusi masalah nikah bukan berarti aku ngebet nikah. Aku suka baca dari aku kecil. Bahkan ketika temen-temen SMA-ku tertawa geli di pelajaran sistem reproduksi manusia, aku sudah tahu bentuk ovum, sperma dan penciptaan bayi sejak kelas 4 SD.(di bawah bimbingan orang tua kok). I just love it when I know it earlier. Dan kenapa diskusi tentang pernikahan jadi makanan sehari-hari? Ya karena sejak aku sampai di Jogja, udah terlanjur ngontrak sama Mbak-mbak yang umurnya selisih 4-6 tahun dari aku. Dan itu pembahasan mereka. Gimana nggak ikut keracunan hayoo.. :D. Dan semuanya terjadi secara alamiah.
Prinsipnya: I love learning, and like it when I know it earlier. Wes, ngono lho!
Bukan berarti aku siap banget buat nikah. Hello! Pliss!
“Kayaknya Bapakmu ada rencana ngejodohin kamu sama temennya deh,” Ibuk lapor. Agenda telponan Solo-Jogja setiap malam minggu. Kemungkinan besar beliau mulai mengkhawatirkan liku-liku permasalahan anaknya yang berhubungan dengan cowok.
“Hah?!! Duh, Gustiii! Aku masih bocah banget iniiiii!” (T_T)
Kuanggap itu warning dari Ibuk. Disampaikan padaku saat semester 7, sepulang KKN.
Saat itu aku tertawa (walau dalam hati aku merana). Kugerakkan jemariku mencoba mengingat berapa umurku. Masih 21. Aku baru saja mendapatkan selusin duren dari Korina sebagai hadiah ulang tahun pas di Papua. Dan itu terjadi beberapa bulan sebelumnya. Ya Rabbi! Iya sih, aku berencana nikah muda, tapi tidak dengan cara perjodohan ala-ala jaman Siti Nurbaya. Lagipula masih banyak belasan kakak tingkatku yang usianya bisa dikategorikan urgent untuk menikah.
“Kalau Bapak mau, bisa tuh dijodohin sama Mbak Kosku. Siapa tahu mereka cocok. Mereka lebih urgent nikah ketimbang aku lhoo,” sahutku sekenanya.
Menikah itu memang ibadah. Dan yang paling baik adalah berlomba-lomba dalam kebaikan, dalam meraup pahala ibadah. I know it clearly! Tapi masalah menikah itu bakal banyak banget kasusnya. Ruwet pokoknya. Ilmunya itu dunia akhirat. Menyegerakan dan terburu-buru itu dua hal yang amat sangat berbeda. Siap menikah dan pingin menikah itu seperti langit dan bumi. Bahkan sampai sekarang aku nggak paham apa maknanya siap menikah. Parameter seperti apa yang menyebabkan seseorang dibilang siap menikah. Kalau boleh jujur, makin banyak aku membaca tentang A-Z tentang pernikahan rasanya malah makin nggak siap. XD.
Saat semester 7, percakapan itu berakhir dengan sendirinya. Kesibukan di semester akhir, skripsi, ngurusin sisa amanah di Jogja, target-target yang harus dikejar, kesibukan ngurus ini-itu membuatku lupa dengan percakapan itu. Mengabaikan skandal-skandal yang makin bikin bete. Hingga saat wisuda S1, kembali pertanyaan itu muncul.
“Rencana nikah kapan, Mil?”
E e e. Ini apa lagi, Ya Allah. Kali ini bukan dari Bapak-Ibuk, tapi orang lain. Anggap aja fans lah.
“Minggu paling.” (-_-)
Itu jawaban orang putus asa. Saking nggak ngertinya harus jawab gimana lagi. Alhamdulillahnya, percakapan itu nggak berlanjut ke mana-mana. Seluruh percakapan pernikahan di rumah juga berakhir karena aku jarang pulang dan (pura-pura) fokus profesi. Rasa-rasanya lebih hebat tuntutan sekolah di profesi ketimbang jaman S1 dulu. Wew, banget rasanya. Selama profesi selain sibuk kuliah, aku juga masih berusaha menguntaikan doa agar Bapak mengijinkan aku S2 ke LN. Weks! Perjuangan tiada akhir ya! Wuahahah.
Aku mulai merenung, kayaknya aku memang harus mulai serius memikirkan aku nikah dengan orang yang gimana, kayak gimana, nanti ke depannya gimana. Entah dengan siapa, setidaknya ada-lah usahaku untuk mentarbiyah diri secara lebih spesifik ke arah sana. Cialahh! Mulai serius nih!
“Bapak tuh rencananya ngejodohin kamu sama temennya Bapak lho.”
Itu celutukan yang kembali membuatku shock, stress berat, migraine setiap akhir pekan, asal lambung naik dan endingnya memutuskan 2 bulan nggak pulang. Pokoknya nggak mau pulang kampung!!! Aku yang semula merencanakan PKPA di Karanganayar, berniat mengganti tempat PKPA. Aku nggak mau dijodohin, Ya Allah!!!!! Nggak bangettt!!!
Februari 2017
Ada titik ketika rasanya saran dan masukan dari temen deket itu mental di kepala. Dan saat seperti itulah cuma bisa curhat ke Allah: aku harus gimana, aku harus ngapain, trus ini gimana. Ki pripun tho Gusti?!! Ketika aku mulai bisa berpikir lebih tenang, memikirkan tujuan kenapa aku memilih PKPA di kotaku sendiri, kenapa aku harus masuk ronde II untuk PKPA industri, dan lain-lainnya… aku memilih untuk stel kendo dengan semua yang terjadi.
Allah sudah punya rencana. Jiwa ini hanya pelaksana titah. Meski diberi kesempatan memilih, pada akhirnya keputusan tetap dari Allah.
“Memangnya siapa sih yang mau dijodohin sama aku?” tanyaku setelah mengumpulkan sekodi keberanian.
Bapak sih nggak menjelaskan secara rinci. Intinya adalah orang yang sama yang pernah disebutkan saat aku semester 5 (serius aku nggak tahu ini makhluk apa dan makhluk mana). Ya Allah, gek iki sopo tho, jane.
“Bapak itu nggak mungkin menjerumuskan anaknya sendiri kan? Dia nggak kenal kamu, dan kamu nggak kenal dia. Nanti Bapak kasih tahu kalau kamu sudah setuju.”
Iya sih! Tugas seorang ayah akan berhenti ketika anak perempuannya diamanahkan ke laki-laki yang baik. Dan aku tahu banget, Bapak sedang berusaha menjalankan tanggung jawabnya.
Tapi …. aku tidak menjawab sampai sebulan kemudian.
Pertengahan Febuari kuserahkan proposal (proposal nikah ya maksudnya, bukan proposal pembangunan jembatan desa (-___-)) ke Mbak mentor. Proposal yang udah pernah ia tanyakan sejak semester 7, tapi kuabaikan juga. Kusampaikan penuh kepasrahan.
“Mbak, ini cuma salah satu usahaku untuk—setidaknya—mendapatkan orang sefikrah kelak. Entah siapa dan dari mana. Entah nanti bagaimana, Allah yang menentukan. Tapi di sisi lain, Bapakku punya amanah terhadapku, dan aku juga punya kewajiban untuk meringankan amanahnya kan?”
Akhir Maret 2017
“Dia itu nggak perlu ketemu kamu. Dia hanya pingin tahu siapa ayahnya dan itu udah cukup.”
Itu adalah kata-kata Bapak yang membuatku akhirnya mengiyakan untuk ta’arufan dengan dia-yang-entah-bernama-siapa. Satu kriteria sudah dicentang. Aku selalu ingin laki-laki yang menikahiku lebih disukai ayahku duluan dibanding aku. Itu kriteria pertama. Jangan tanyakan kenapa, ya pokoknya itu syaratnya :D.
“Dia lebih tinggi dari aku nggak?”
Pertanyaan wajar kan? Tinggiku 162 cm. Tinggi ala model (wkwkwk) kayak gini susah kalau nyari cowok jangkung.
“Iyalah, Lebih tinggi dia.”
“…”
“Ya udah deh, aku bersedia ta’arufan sama dia.”
Aku butuh waktu lamaaaaaaaaaaa banget sebelum akhirnya memutuskan untuk melafalkan that-weird-and-uncontrolled-words di depan Bapak. Berkali-kali istikharah, berkali-kali maju, berkali-kali mundur. Galau poll! Yaelah, padahal kan cuma taaruf. Anggap aja kenalan sama temen baru. Itung-itung nambah temen. Itu pikirku. Jadi istikarahnya malah sebelum fase taaruf. >,<
Bapak tersenyum. Mengirimi foto dia, mendeskripsikan dia secara detail dan alasan kenapa menjodohkannya denganku. Sampai akhirnya aku tahu kalau ternyata yang menjodohkan aku sama dia itu bukan cuma Bapak. Ya Allah, aku lho selalu stel kendo mau nikah sama siapa, ternyata orang-orang disekitarku yang mikirin aku. Terharu!
Kujuluki laki-laki ini Mr. Alien.
Anggap saja unknown people from unknown planet.
Dan begitu aku tahu siapa dia, FIX…PAKE BANGET. AKU SHOCK!! YA ALLAHHHHH!!! INI SALAH ORANGGG!! KOK DIA GINI BANGET THOOO!!! (T_T)
Pernah nggak sih ketemu orang dan ngerasa kerdil banget di depan dia. Nah, kayak gitulah rasanya. Tahu dia kayak gimana itu sudah cukup membuatku merasa kalau selama ini aku sudah berkubang dalam lumpur dosa. Hiks. Aku gulma dan dia kurma. Aku eksosfer, dia troposfer. Aku bakteri, dia amoksilin plus klavulanatnya. Aku bakteri di antibiotiknya. Ya Allah, ini salah orang, ya Allah. Plis! Lha ini aku mah seujung kuku pun nggak ada. Butiran partikel pun kayaknya nggak deh. Aku kabanting sebanting-bantingnya.
“Ini salah orang, Ya Allah. Bapak, jangan bercanda ah kalau jodohin orang. Masa gulma ditanem di sebelah kurma. Dicabutlah ntar gulmanya.”
“Dia udah oke kok buat taarufan sama kamu.”
What! Illahi Rabbi!
Kalau ditanya apa aku ragu, iyalah pasti. Ragu banget. Aku musti gimana? Ngapain? Ke mana? Njuk piye? Ketika ditanya berapa kali sholat istikharah, wah udah banyak kali. Dia adalah makhluk yang tidak kukenal sama sekali. Yah, meski dari SMA doaku adalah: semoga aku dijodohkan sama orang yang nggak aku kenal, tapi yang disetujui ortuku. Aku ingin menjaga semuanya. Menjaga hati dan menjaga proses.
Tapi kannnn … (T_T). Ini nggak bangetttt!!!
April 2017
“Selasa ketemu ya,” titah Bapak lagi.
Aku stress. Berat! Nggak doyan makan! Aku bahkan nggak pernah kayak gini selama skripsi atau ujian nasional. Pengen kabur dari rumah rasanya (wew, gilss…kayaknya aku emang alay banget pas fase ini). Dan karena hidupku selalu menggempor ke mana-mana, kegemporan jadi ajang yang tidak bisa dihindari. Suatu selasa, April 2017 …hari tergempor deh kayaknya.
Saat itu masih masa induksi di pabrik tempat magang. Dari pagi sampe sore duduk, kayak kuliah, dan itu lebih capek rasanya. Terakhir, kita (anak-anak PKPA) jalan-jalan di bagian sefalosporin. Masuk gedungnya aja harus pakai pakaian alien dan itu berat bangetttt. Yang harusnya udah kelar jam 4, kita baru ngelarin induksi jam 5-an. Itu harus pake acara mandi di pabrik karena aturan kalau keluar dari gedung sefalosporin memang harus mandi. Brrrr! Airnya kayak air es. Pulang kebut-kebutan karena ngejar maghrib, rasanya udah capek banget dan langsung sholat maghrib. Itu belum sempet makan, rasanya kayak marathon, Mr. Alien dan Pak Hasan datang. Ceritanya selain Bapak, Pak Hasan lah yang gencar menjodohkanku sama dia.
Rasanya tuh pengen nangis. Aku mau makannnn! Tau kan gimana betenya aku kalau kelaparan. Nah, bayangin aja sendiri! L
Dan….drama pun dimulai. Aku disuruh ngeluarin minuman, duduk di sebelahnya Bapak, ngobrol. Aku mimpi main FTV nggak sih ini? Bukan aku yang ngobrol sama dia, tapi aku yang ngobrol sama Pak Hasan. Karena memang aku sudah kenal lama sama Pak Hasan. Dan ceritanya lagi-lagi tentang KKN. Wkwkwkw. Sejujurnya, aku berusaha mengabaikan keberadaan si Mr. Alien ini. Bukan grogi, tapi ya mau gimana lagi, masa aku yang nanya duluan.
Jadi apa berjalan mulus? Sama sekali nggak.
XD. Aku sensi karena kelaperan dan dia cuma nanyain aku kuliah di mana dan semester berapa. Udah gitu doang. Sisanya….. ada aja kejadian aneh yang sebenernya bikin ngakak. Kucingku sama kucing tetangga cakar-cakaran di depan rumah, mendadak ada tetanggaku yang nyariin Bapak plus ikutan nimbrung, dan entah kenapa nyamuknya banyak banget. XD. Ya Allah, iki ngopo tho ikiii. Wwwkwk.
“Ya udah deh, kalian ngobrol via WA aja. Sama-sama pemalu ini.”
Weks!
Tiga hari selanjutnya akhirnya aku ngobrol sama Mr. Alien via WA. Aku nggak tahu sih perasaan orang lain ketika taaruf itu gimana, tapi kalau aku ditanya…aku pingin banting ponsel, nyakar-nyakar guling, sama ngremes ekornya kucingku (trus aku yang dicakar Si Sholeh—nama kucingku). Bawaannya emosi melulu. Ini gini banget sih komunikasinya. Kayak aku makhluk planet mana, dia makhluk planet mana. Nggak ada nyambung-nyambungnya. Aku pake bahasa apa, dia pakai bahasa apa. Ya pake bahasa Indonesia, tapi aku nggak ngerti dia ki ngomong apa. Aku nanya apa dijawab gimana, dia tanya gimana, aku jawab ke mana. Ambruladul deh kayaknya.
“Gimana kalau nikahnya dalam waktu 2 minggu?” katanya sukses membuatku tenggelam di Palung Mariana, dilempar ke Merkurius, dibanting ke kawah Candradimuka, berakhir di kutub selatan. Beku!
Innalillahi! Ya Allah, paringana kuat! (T_T) Kok udah bahas nikah aja sih. Kan aku belum bilang ‘iya’ lho. Kok dia pede banget sih?!! Dan lagi. Aku tahu banget hidupku tuh penuh deadline. Tapi ya nggak gini juga thooo. Masa nikah aja harus deadline. Kuliah aja satu semester lho buat persiapan 2 jam ujian. L Everything seems gotta so wrong!
Hello!!! Plis ya, Mas…. Aku jadi panitia Papyrus itu setahun lho, mau KKN persiapannya setahun! Gila banget disuruh nikah, ganti status, jad istri orang dalam waktu 2 minggu! Ogah!!!
“Aku nggak mau nikah dalam dua minggu, ini nggak logis banget. Mending dia disuruh nyari perempuan lain aja yang mau dinikahi dalam waktu dua minggu,” aku mulai ajang pembangkangan.
Deadlock. Aku tertekan banget. Belum pernah aku lihat Bapak berharap banget sama tuh cowok. Ibuk yang masih maju-mundur karena si Mr. Alien dari luar jawa, Pak Hasan yang nanyain terus prosesnya gimana, kerjaan di pabrik yang ngepasi di R&D dan itu banyakkk banget. Pikiran yang makin membludak, wacana diriin ponpes di Bancak, buat ini itu.Ya Allah aku berharap kepalaku bisa menduplikasi sendiri. Ditambah lagi, semua suara di kepalaku yang bikin aku pingin tidurrrr terus. Biar nggak mikir maksudnya.
Kamu tuh, lho, Mil. Kurang bersyukur tau. Dia yang kurma aja mau sama kamu yang cuma gulma. Kamu tuh nggak ada apa-apanya dibanding dia.
Ya tapi kan aku cewek. Aku nggak main-main lho 22 tahun ngejaga diri. Aku mau menjadi bagian yang diperjuangakan. Nggak semudah ini didapatkan. Dua minggu itu mau bikin LK kampus apa?!! Dies Natalis UGM aja nyiapinnya setahun ya, plis deh.
Coba sebutkan dia kurang baik apa?
Bukan gitu lhoooo! Plis ya… aku nggak terima aja dia semudah itu ngedapetin aku. Ada lho orang lain yang perhatiannya wow banget, aku aja nggak luluh. Then, why he can get me so easily?! T_T. Enak aja aku didapetin kayak mancing kecebong. Plis ya. Emoh!!
Lha, kalau nolak kamu nggak takut kena fitnah yang lain?
Umar juga ditolak kok sama Fatimah. Kurang soleh apa coba Umar?
Casenya beda. Lha kamu? Emang apa yang bisa membanggakan darimu dibanding dia.
Aku … ini, itu, ini,itu….
Itu kan cuma hal dunia….
Pokoknya aku nggak mau! Aku nggak siap. Sekarang, detik ini, aku nggak siap pakai banget!!!
Alasannya? Kayaknya kamu deh yang kemarin kepikiran nikah aja…
Mohon dikoreksi ya. Aku tuh pingin nikah biar bisa jadi batu loncatan S2.
Trus bukannya kamu sendiri yang target nikah 23?
Ya mana aku tahu kalau 23 tahun tuh secepet iniiiii? >,<
Igh! Salah niat itu mah…
Iya, aku salah. Makanya udah! Hentikan di sini! Aku nggak mau! Kalaupun nggak sama dia, nanti masih ada kok cowok yang mau sama aku L
Kok kepedean sih kamu, Mil.
Ini bukan kepedeaaaaan. Pokoknya aku nggak mau kalau dua minggu lagi nikah. Plis. Nikah itu mitsaqon ghalidza. Bukan perjanjian main-main. Aku butuh waktu.
Tapi kan, Milss….
Mbuh! Wes! Aku pokokmen nggak mauuuuuuu!!!
Itu percakapan di kepalaku sampai aku bengong sendiri kayak orang linglung. Deadlock banget. Nggak tahu harus gimana lagi. Tapi pada akhirnya, ketika tidak tahu ke mana hati dan pikiran ini melangkah, kembali Allah yang ngasih jalan.
Ada beberapa hal yang pada akhirnya tidak bisa kita sepakati bersama. Baik dari aku, Mr. Alien atau Bapak dan Ibuk. Hingga pada akhirnya dimulai dari aku dan Mr. Alien memutuskan untuk saling melepaskan. Kami yang menjalani, maka biarlah kami yang memutuskan.
Ada satu kalimat darinya yang membuatku berpikir, sebenarnya kita memang seprinsip.
“Melepaskan ini satu-satunya cara untuk tidak menyakiti satu sama lain. Tidak perlu saling menunggu, tidak perlu saling menantikan sesuatu yang entah berakhir kapan. Entah kamu berakhir dengan siapa, dan aku berakhir dengan siapa, semoga kita sama-sama ikhlas.”
(Dengan perubahan diksi ya)
Rasanya kaya, zingggg…..aku mau bilang gitu, eh dia dulu yang bilang.
Plus tambahan kata-kata yang intinya si Mr. Alien ini udah runtuh habis ketemuan, sudah nggak fokus ibadah sama kerjanya habis ketemuan kemarin-kemarin itu. Ini cowok kok alay ya. Mungkin kalau aku isengku pas kambuh aku bakal ngirim ke DSU (official line Draf SMS UGM) kayak gini…
Dari: aku yang alay
Untuk : Mr. Alien yang nyebelin
Pesan: Kok kamu bikin aku tambah berdosa tho, Mas. Udah kukutuk-kutuk kamu sejak pertama kali bertemu. Njuk kamu kepikiran hal-hal lain sejak ketemuan. Aku tuh nggak bisa digituin.
Fix, aku depresi berat dan kurang ibadah! -_-
Tapi karena kita sudah memutuskan untuk melepaskan, ya sudah. Selesai. Menurutku, aku nggak pernah tahu bagaimana kadar keimananku nanti.
Dan berakhirlah drama itu dengan masing-masing tidak saling mengubungi dan menghapus nomor. Sejujurnya, aku nggak pernah menghapus nomernya. Karena dari awal ketika taarufan, niatnya gini: ya udah kalau nanti nggak berakhir sama dia, kan bisa nambah temen. Eh, siapa tahu dia bisa ngajar di Ponpes yang bakal didiriin di Bancak. Hehehe.
Dan gimana perasaanku? Lega. Itu keputusan yang meredam seluruh tekanan batin selama beberapa hari kemarin.
Tapi….
Dari sinilah keanehan muncul …. J
Mei 2017
Seumur-umur, aku belum pernah benar-benar mengharapkan laki-laki untuk masuk di kehidupanku. Dengan semua comblangan dari jaman SD sampai kuliah pun, cuma disenyumin sambil bilang: kalau jodoh nggak akan ke mana-mana kok. Kata temen, aku kejam banget. Wwkkww, ya wes lah tapi. Itu prinsip e. Tapi dua minggu semenjak drama itu rasanya OST hidupku berubah jadi Cinta Sudah Lewat—Kahitna dan Demi Cinta—Kerispatih. Agak alay sih. Tapi ya itulah yang terjadi.
Pertanyaanku pada diri sendiri: aku ini kenapa sih? Kok jadi aneh begini. Ini kenapa sih? Kok jadi bawaan solemn gini. Sampai akhirnya aku jatuh pada kesimpulan: Mil, kayaknya justru kamu yang belum bisa melepaskan dia, deh. Si Mr. Alien.
Shockkk!!
Kok bisaaaa?!!!
Ya Rahman! Plis deh, Mil…kamu kenal dia nggak lebih dari seminggu. Plis deh! Ini nggak masuk akal sebenernya. Sampai akhirnya begitu fase magangku di pabrik berakhir, tulisan ini kutulis:
Kita cuma dipertemukan dalam hitungan hari, bahkan kurang. Tidak dalam bulan, tahun, semester, bahkan dekade. Pun aku tidak kenal siapa kamu, tidak tahu kamu dari mana, bahkan makhluk yang kayak gimana. Aku mulai berpikir kalau kamu itu Alien yang dipaketkan via Go send tapi salah alamat.
Kita bertemu sekali, cuma sekali, dan itu awkward banget! Isinya cuma keheningan, sebelum aku sendiri yang akhirnya tertawa konyol di hati. Iya, kita memang ngobrol sesekali via media. Kadang canggung, kadang cair, kadang nggak nyambung, kadang absurd atau malah bikin emosi. Tapi katanya, kita butuh menyamakan frekuensi. Wajar kan, sesama alien memang butuh usaha besar untuk menyamakan gelombang frekuensi.
Tapi ternyata gelombang frekuensimu terlalu besar buatku. Atau gelombang frekuensiku yang terlalu banyak bizzynya dibanding punyamu. Jadi pada akhirnya tidak ada titik temu diantara kita.
Kupikir, skenario ini terlalu mudah buat kita, buatku juga. Terlalu biasa. Mungkin itu salah satu alasan kenapa harus ada skenario ulang. Di mana ketika kita sama-sama menyepakati skenario semula, kita pula yang menyepakati untuk merombak skenarionya. Sejujurnya, kalau boleh meminta…aku ingin kita tak dipertemukan kalau hanya ditugaskan untuk merombak skenario.
Ya, tapi gimana…kita terlanjur dipertemukan. Meski hanya sebentar. Meski hanya dengan secangkir teh dan sepiring ampyang yang rasanya kemanisan. Meski bukan hal yang istimewa, dan sebenarnya hal sederhana itu tidak perlu diperlakukan istimewa. Namun kadang, dari yang sederhana bisa meninggalkan kesan yang dalam bukan?
Ya sudahlah…. Tidak perlu menyesali apalagi mengutuk pertemuan yang sudah terlanjur ada. Kita tidak akan tahu, dari pertemuan itu akan menjadikan masing-masig dari aku dan kamu menjadi orang penting bagi kita. Pun kita sudah sama-sama melepaskan. Meski jarak antar melepaskan dan pengharapan itu (jujur) seperti benci dan cinta. Tipisnya seperti jarak antara detik ke detik berikutnya.
Lama-lama aku paham, kenapa Allah menjauhkan Zulaikha dari Yusuf. Padahal akhirnya Allah mempertemukan mereka kembali. Kenapa harus dijauhkan kalau akhirnya bersama? Kenapa harus melewati proses menyakitkan kalau akhirnya berakhir sama?
Ya, mungkin… karena setiap skenario tidak akan mempesona dan tidak akan ada ibrah tanpa klimaks di dalamnya.
Dari situlah aku tahu. “Oh, jadi kayak gini rasanya galau karena cowok, tho.” (:D)
Kudu bakoh ternyata! Dan sejujurnya, aku sempat menangis karena merasa kehilangan. Weks! (>,<) Menangis karena berharap, meski aku tahu kalau harapanku kandas.
Well, boy! Selamat ya! Kamu orang pertama yang membobolkan pertahananku. L Hwahawaha!
Juni 2017
Agenda Ramadhan. Aku berharap puasa tahun ini bisa lebih produktif ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Dan memang aku harus berusaha banget buat move on dari drama kemarin. Ya Allah…. Ini cobaan apa, Ya Allah. Dan kembali Allah mengabulkan doaku dengan memberi amanah banyak banget. Sampai Ibuk komentar: bocah kok nggak pernah semeleh bokong! Wkwkwkw.
Mulai dari Ponpes PPPTMUDA di Bancak, Festival pertanian, LaziSMU, Lomba TPA di Desa, FORCE FORMAISKA, Pembahasan RRK, Rancangan kurikulum RRK, halal bi halal keluarga besar, kerjaan dari dosen yang belum sempet kusentuh, tawaran proyekan yang akhirnya tak kuasa kutolak (sengaja sebenernya, biar aku bisa move on), laporan PKPA 3 tempat magang (hiks), persiapan buat Try Out UKAI, pesenan desain dari desa, target ramadhan sampai printilan-printilan yang tidak bisa kusebutkan. Weh, kok banyak banget ya ternyata. (T_T). Nggak nyadar bisa ngelewatinnya.
Kok kuat? Nggak juga sih. Temen-temenku lebih gempor lagi ketimbang aku. Itu pake acara seminggu radang parah nggak sembuh-sembuh plus tepar di kasur nggak kuat ke mana-mana dan batuk terus tiap malam sampe akhir ramadhan. Move on? Terpaksa move on. Lha ya gimana, yang dipikirin di kepala banyak banget. Tidak sempat memikirkan hal lain. Wkwkwkwk. Dan overall, dinikmati semua, rasanya power up banget kalau kumpul sama temen-temen seperjuangan gini. Karena insyaallah semua niatnya untuk kebaikan.
Kata si Bos : Allah akan mempertemukan dan menyatukan hati yang sama. (terharu, hiks). Oh ya, semboyanku bulan ini #kudumoveon. Wkwkwk.
Sampailah di akhir Juni, di penghujung Ramadhan. Agenda itikaf tertunda karena ternyata pas jatah libur. Dan di titik inilah, aku mengubah semua proposal hidupku ke Allah. Entah karena sering kumpul sama chibi-chibi kesayangan akuuu, sering guling-guling di kamar bareng, cerita ke mana-mana, gossipin ini-itu, banyak merenung bersama, akhirnya aku memutuskan untuk me-remake tujuan hidupku. Di mana tujuan itu di dalamnya juga memuat temen-temen seperjuanganku di sini.
Ada titik pada akhirnya aku melepaskan S2. Itu benar-benar saat ketika aku tidak berpikir untuk melanjutkan S2. Ketika pengumuman PMDSU diperpanjang, aku cuma bisa senyum, sujud sambil bilang: Ya Allah, bumi-Mu tempat belajar, tidak S2 pun, ijinkan aku untuk tetap banyak belajar dan banyak melihat. Akhirnya, aku memutuskan untuk stay lebih lama di Jogja sambil pulang ke Karanganyar tiap Kamis, paling nggak sampe akhir tahun. Alasannya tetep aja amanah. Menyelesaikan les Bahas Arab, ikut les Bahasa Jepang, tes Toefl sama Paps (ya buat tes aja sih, siapa tahu kepake buat kerja), masuk rumah tahfidz, sama lanjut ngasdos. Dan yang terpenting, aku mengubah niatku, nanti kedepannya nggak akan ada lagi niat nikah buat bisa S2. Harus meluruskan niat. Terkait keprofesian, harus ada berkas yang diurus kalau mau berkarir di Karanganyar. Jadi diurus sambil jalan, biarkan aku sejenak di kota yang membuatku jatuh cinta padanya. Eaak!
Dan satu lagi…. Itu adalah titik di mana aku melepaskan dia, si Mr. Alien. Benar-benar titik ketika aku berpikir, aku tidak akan mengharapkan apapun lagi. Bismillah, Allah yang membesarkan hati dan menjaganya, biar kutitipkan jiwa dan hatiku pada-Nya. Selesai.
Aku juga nggak tahu sih, dari mana kedewasaan itu balik lagi setelah drama kemarin. Wkwkwk.
Dan kembali, Allah merancang skenario spektakuler buat hidupku.
Hanya sehari setelah kuserahkan proporsal hidupku lewat doa, dateng WA dari Mr. Alien ke Bapak. Menanyakan apa sudah ada yang meminangku atau belum. Kalau belum, Insyaallah dalam waktu dekat akan melamar jika berkenan. Ini tidak ada tekanan dari siapapun dan inisiatifnya sendiri. Plus minta maaf dengan kejadian kemarin. Dan lalalallla. Banyak lah pokoknya.
Hah? Ya Allah… kok bisa gini sih ceritanya.
“Kok pede banget sih ngira aku belum ada yang ngelamar,” komentar spontan saking kagetnya. Lha kan baru sehari kemarin lho aku beneran tahu gimana rasanya ‘melepaskan’. Melepaskan tanpa menyakiti diri sendiri.
Ini ki, aku lagi main drama nggak sih? >,<
Ini kayaknya fix aku main drama deh! Apa mimpi? Ini kenapa jadi kayak gini sih? :O
Ya karena seems like, I feel for him, akhirnya dimulailah lagi komunikasi antara aku dan dia. Komunikasi tapi tetap membatasi komunikasi. Bingung kan? Ya itulah seninya. Karena harapannya, tidak akan berkurang keberkahan sampai akhirnya nanti. Well, komunikasi dimulai dari membuat kesepakatan sampai meminta kepastian. Sejujurnya, aku lebih tenang menghadapinya kali ini dibanding yang dulu. Dan merasa lebih dimudahkan dalam banyak hal. Mulai dari Ibuk yang akhirnya ngedukung kalau aku sama dia. Si Adek yang seneng banget begitu tahu aku sama dia. Kalau Bapak? Berasa dia yang bakal dilamar. -_-
Dan selama komunikasi ternyata nyambung-nyambung aja. Dan entah perasaan bahwa aku gulma dia kurma hilang sendiri. Kita beda, dan tumbuh dengan cara yang berbeda. Lingkungan tempat kita besar adalah lingkungan yang berbeda. Tapi toh, dandelion pun bisa tumbuh di tanah manapun dia jatuh. Iya kan? Nggak tahu juga kenapa. Mungkin karena sudah sampai pada titik pasrah dan tidak ada pengharapan apapun. Ini skenario terbaik dari Allah, percayalah, Allah tidak akan salah menempatkan hambanya. Dari episode ngalay itu berakhir pada prosesi khitbah di 1 Syawal 1438 H.
Eh, belum ding. Masih ada posesi alay lainnya. Wkwkw.
Oh ya, menjawab pertanyaan apa yang membuatku akhirnya bilang ‘yes’ ke Mr. Alien ini. Jawabannya sederhana sebenarnya: dia memenuhi 5 kriteria laki-laki yang kuinginkan untuk jadi suamiku. (Kok kayak seleksi beasiswa ya, kwkwkwk). Lima kriteria selain kriteria umum sholeh, bertanggung jawab dan baik.
1. Aku pingin sama orang yang belum kukenal sebelumnya. Tapi dia dikenal baik oleh orang-orang kepercayaanku. Kan nggak logis juga kalau orang-orang yang kupercaya jerumusin aku sama orang yang salah kan? Bukan yang satu SMP, satu SMA, satu Univ (ya, masih boleh lah kalau beda fakultas), satu organisasi, apalagi satu desa.
2. Bapak sama Ibuk suka duluan sama dia. Masalah aku suka atau nggak itu belakangan.
3. Secara fisik lebih tinggi dari aku. Sesenti pun nggak masalah. Asal lebih tinggi.
4. Kalau bisa, mirip sama Bapak sifatnya. Ya nggak mirip banget sih. Nah, entah kenapa si Mr. Alien ini selain mirip sifatnya, tampangnya juga rada-rada mirip gitu. Aneh sih sebenernya.
5. Laki-laki yang datang ke Bapak. Bukan ke aku. Mau bilang cinta sejuta kali, tapi kalau bilangnya ke aku nggak akan ada delta perubahannya.
Udah gitu aja…. Jadi kalau ditanya, sebenarnya kamu udah siap belum sih, Mil, buat nikah? Entahlah. Aku masih tidak punya parameter spesifik yang membuatku berpikir kalau aku siap nikah. Aku cuma mengazamkan ya itu 4 parameter yang kuinginkan. Dan siapapun yang datang, insyaallah jawabanku iya. Itu udah pikiran lamaaaaa banget. Jaman SMA mungkin ya. Ya nggak tahu juga kenapa kepikiran kayak gitu dulu. Kalau Allah mengijinkan, Alhamdulillah… kalau tidak Allah punya jalan.
Juli-Agustus 2017
Jadi rasanya ngehandle resepsinya sendiri gimana? Yang biasanya buatin desain orang akhirnya buatin desain buat diri sendiri?
Kalau ditanya, aku jawab dengan haqqul yakin. Ini aku sampe nggak sempat mikirin resepsi mau gimana. Lha gimana, kerjaannya banyak banget. Seluruh keluarga juga sama. Nggak sempet mikirinnya. Pas longgar dipikir, kalau nggak ya sudah. Wkwkwk. Si Bapak yang ngerjain orderan sampe sakit, si Ibuk yang akreditasi sekolah nggak kelar-kelar dan lain sebagainya. Ya Allah ~~~~
“Lha terus nanti gimana?”
“Udah pasrah aja sama Allah.”
Dan bener kan! Allah memberi kemudahan via teman-teman yang membacking di banyak hal. Makasih ya gais. Love you full to the moon and back. Terutama buat si cute Sinta, si lugu Pipit, si strong Nisa, dan yang sering PHP-in aku tapi yang dikangenin banget kalau nggak ada, Titinnah. Wkwkkww.
Tapi ternyata Allah juga memberi banyak ujian di banyak hal. Banyak banget dan nggak usah lah ya diuraikan sati-satu. Lagi! Jadi nggak ada istilahnya hepi-hepi, berseri-seri, sibuk nyari kain, nyari WO atau apalah itu. Apalagi penentuan tanggal yang hanya selisih dua bulan. Awalnya kupikir itu lama, jadi aku bisa santai ngurusnya. Ternyata… Ya Allah, kayak lari sprint. Karena pada akhirnya, aku sibuk ujian. Ujian farmasi yang sebulan itu lho. Sekali lagi, nyelesaiin amanah (ini udah banyak absteinnya juga padahal), nyelesaiin proyek yang DL nya selisih sehari dari tanggal resepsi dan dikejar DL dosen buat bukunya beliau. Persiapan UKAI (aku belum belajar sama sekali T_T), nyelesaiin laporan. Itu pun udah dapet banyak banget bantuan dari temen-temen buat nyelesaiin amanah.
Kayaknya cuma itu doang, tapi aku butuh doping setiap hari. Sampai seminggu 3 kali nelen paracetamol. Wkwkkw. Entah aku yang alay atau gimana. Pokoknya tidur aja nggak bisa tenang. Pernah di satu titik aku pingin nangis. Pengen muntah-muntah tapi nggak bisa. Pingin curhat tapi nggak tahu harus nyurhatin apa (lho). Pingin makan banyak tapi nggak ketelen. Rasanya badan sakit semua tapi dicek juga normal-normal saja. Aneh memang.
“Syemangat ya, dek. InsyaAllah, semuanya Allah hadirkan karena itu yang terbaik buat Mila. Mungkin Allah sedang menjaga Mila biar nggak sempat memikirkan hal yang sia-sia. Agar setiap proses ada napas kebaikannya.”
Mak cless, banget! Itu dari Si Mbak mentor kok!
Begitu aku bisa mikir normal, ujian terlewati satu persatu.. eh…ada lagi bisikan aneh di kepalaku. Entah kenapa ada godaan untuk ngundurin tanggal pernikahan aja. Ada titik di mana aku goyah. Galau lagi! Ngungkuli galau mau nikah malah. Aku mulai mempermasalah hal kecil antara aku dan dia. Hal kecil yang sebenernya bisa dikomunikasikan baik-baik. Aku nggak sanggup! Aku masih ingin begini, begitu, dst, dst! Aku mulai mempertanyakan, aku sanggup nggak hidup sama dia, aku bisa nggak adaptasi ke kehidupannya. Aku bahagia nggak nanti. Dan semua probabilitas aneh-aneh yang nyempil di kepala. Bikin tambah depresi!
Hahaha! Teman-teman, mohon jangan ditiru ya. Ini haqqul yaqin bisikan setan. Kebimbangan itu hanya boleh datang sebelum proses khitbah. Ketika sudah khitbah dan bilang ya, abaikan semua bisikan dan pikiran jelek di kepala. Itu hanya godaan setan. Nah, sebenernya udah paham hal gini. Tapi entah kenapa pikiran sama hati nggak bisa nyatu. Kurang sujud kayaknya.
“Ya ampun, Milaaaa! Mbak, nggak pernah liat kamu kayak gini lho pas skripsi.”
Si Mbak kos komentar pas adegan aku nemplok meluk dinding kayak cicak. Maksudnya mencari kesejukan dari kepalaku yang rasanya meletup-letup.
“Nggak tahu, neh, Mbak. Aku stress berat!”
Pokoknya adegan itu berlangsung terus-terusan. Galau, yakin, galau, yakin lagi. Galau lagi, yakin lagi, wes mbuh pokoknya. Rasanya semua kesemrawutan ada di kepala. Bawaannya pingin nangis aja tiap malem. Tertekan dari pikiran, hati, semuanya. Hiks!
Ada fase dimana aku ingin menghentikan semua komunikasiku sama si Mr. Alien ini (>,<). Takut dosaaaa!! Padahal yang dibahas juga nggak lebih satu dua hal soal konsep acara sama adatnya gimana. Kalau orang pacaran, pengen fase break kali ya. Kayak pingin balik ke fase di mana aku belum kenal dia sama sekali. But somehow, some moment I miss his present through his messeges. Wagu tenan ncen og!
Mungkin orang di luar ngeliatnya aku santai banget, calm, tenang kayak air sumur, selo banget, bisa ketawa ketiwi, bolak-balik Jogja di minggu-minggi yang mepet hari-H. Atau malah ada yang berpikir aku nggak peka. Ya, weslah. Padahal pikiranku udah kayak Titanic digulingin berkali-kali, kena angin topan, nabrak pelabuhan lagi. Semua persiapan yang serba deadline, yang aku tipenya deadliners juga. Hadehhh. Udah nggak ngerti harus deskripsiin gimana. Efeknya bisa dilihat dari berat badanku yang turun, asam lambung naik, dan tidur nggak tenang. Wkwkwk. Ini sebenernya mau nikah apa mau maju perang sih! Ah, sempet tumbang sakit juga malahan. >,<
Aku kembali mempermasalahkan hal childish yang… Ya Allah, kok aku bisa kepikiran gini sih. Gimana kalau ternyata dia nggak suka aku. Dia yang ku-iya-kan dengan sejuta resiko dan pertimbangan, ternyata nggak suka sama aku. (T_T). Gimana kalau kayak gitu? Tentang kemungkinan bahwa perempuan ini hanya sekian perempuan yang tak pernah ada di list hidupnya. Bahwa perempuan ini hanya perempuan yang singgah di perjalanannya dan kebetulan mengiyakan permintaannya. Gitu gimana? Ini apa nggak menceburkan diri di kawah Bromo namanya. Kesimpulan selanjutnya, aku terlalu mendalami drama yang pernah kutonton. L
Aku baru merasa betapa kekanakannya aku, begitu dia harus menjelaskan banyak banget tentang dia, tentang perjalanannya, tentang ini-itu. Ya Allah, ini aku kok kayak bocah banget sihhh!!! (T_T) Kok balik lagi kayak anak SMA yang ngrajuk mau backpackeran tapi nggak boleh. Hikss.
Ya Allah, mohon kelapangan hati dan pikiran, Ya Allah~~~~
Karena ajang kechildisanku itu akhirnya aku mendapat jawaban kenapa akhirnya dia kembali setelah kami saling melepaskan. Beberapa hal yang ada dipikirannya. Anehnya ternyata sama.
Ketika aku merasa dia kurma aku gulma, dia juga sempat kepikiran hal yang sama. Nih, cewek beneran mengiyakan ditaarufin ke aku? Kok mau sih, gitu katanya. You’re too much for me, honestly. Dan aku juga merasa: moreover, you should get a better person than me.
Ketika aku mikir: kok cowok ini mau sih sama aku? Apa coba menariknya aku selain ke-alay-anku (menurutku). Dia juga mikir: Ini cewek beneran mau? Apa sih yang dilihat dari aku?
Ketika aku galau dengerin Cinta Sudah Lewat—Kahitna, dia sempet nolak tawaran akhwat yang mau ditaarufin ke dia untuk alasan yang nggak tahu apa.
Ketika aku berpikir: Ya wes ada banyak cowok yang mau sama kamu kok, Mil. Dia juga mikir: masih banyak stok cewek di dunia kok.
Ketika titik melepaskan, dia yang dikuatkan untuk maju.
Aneh kan? Iya, aneh. Entah memang jodoh atau Allah sengaja membuat adegan kocak di dalam skenario hidup kami.
Mungkin seperti itulah kehidupan. Ketika dijinkan menggenggam satu hal, Allah mungkin meminta kita melepaskan hal lain.
September 2017
Jodoh itu misteri, serius! Yang dekat belum tentu jodoh, yang jauh belum tentu tidak punya kesempatan untuk mendekat. Ada banyak pertemuan, ada banyak doa, ada banyak harapan, tapi ketika Allah sudah menentukan, manusia hanya tinggal mengiyakan setelah berusaha semaksimal mungkin.
Dia, yang kuganti namanya menjadi Mr. Skies (you’ve put first after Allah), yang pada akhirnya mengucapkan akad 10 September 2017.
Dia yang tumbuh besar di Sulawesi Tenggara, merantau dari ujung Surabaya ke Solo, dipertemukan dengan perempuan dari Karanganyar, dan Allah menautkannya di sini. Dia yang digulawentah dengan ilmu nahwu, fikh, syarah harus menyamakan frekuensi dan sama-sama menyamakan frekuensi dengan perempuan yang seharian berkutat ngapalin efek samping obat.
Dia laki-laki 172 cm yang saking perhatian ke orang tuanya membuatku luluh padanya. Yang setiap murajaah dan qiyamulail membuatku pingin menangis sambil bergumam: Ya Allah, sungguh dia terlalu baik buatku. Ucapan syukur seperti apa yang pantas aku sampaikan pada-Mu ya, Rabb.
Dia laki-laki yang setiap hari menayakan “Lagi ngapain, Bu?” , akhirnya mentraktrik sate kelinci untuk pertama kalinya (biasanya bayar sendiri >,<).
Dia laki-laki yang suka kuliner, yang mau turun tangan buat 10 gilingan cucian, yang tidak protes saat kutarik ke pasar pagi-pagi.
Dia yang mengingatkan banyak hal sampai aku nyadar banget kalau selama ini banyak banget dosanya >,<.
Maaf ya, Mas….kalau banyak kurangnya, cetek ilmunya, yang katanya kelihatan kayak anak kecil. Mohon diterima apa adanya, sepaket rasa gado-gado. J
3 komentar:
There's always 'weird' ways that will lead to a crossing thread called life. You've met, and I'm thrilled to know the story. Barakallah 😆
Thanks... nin, pasti lbh weeeirddddd meneh kalau versimu yaas
Ditunggu pokokmen
Thanks... nin, pasti lbh weeeirddddd meneh kalau versimu yaas
Ditunggu pokokmen
Posting Komentar