Judul
: Malam-malam Terang
Penulis
: Tasniem Fauzia Rais & Ridho Rahmadi
Penerbit
: Gramedia Pustaka
Tahun
Terbit : Desember 2015
Tebal
Buku : 244 halaman
Ukuran
Buku : 13 x 20 cm
Kesuksesan adalah harga mati bagi
para pekerja keras. Segala pikiran, hati bahkan raga hanya ditujukan untuk satu
titik tujuan. Tapi ketika kesuksesan itu lepas begitu saja dari tangan, dunia
siapa yang tidak runtuh sesaat? Apalagi ketika usaha yang dilakukan tidak
main-main. Menguras energi yang tidak bisa diukur lagi dengan satuan joule. Entah kenapa saat itu dunia serasa tidak adil.
Iya kan?
Begitupun halnya dengan Tasniem
kecil yang kehilangan kesempatannya untuk masuk SMA impiannya hanya karena
nilai ujian akhirnya yang jatuh, jauh dari perkiraan. Padahal dia siswa rajin,
pekerja keras, berkali-kali mendapatkan peringkat di sekolah. Seharusnya satu
kursi di SMA impiannya itu berhak ia dapatkan. Tapi Tuhan berkata lain. Tasniem
jatuh. Runtuh dengan segala ego dan mimpinya.
Sembari membangun kembali mimpinya
di usianya yang masih 15 tahun, Tasniem kecil membawa lari dirinya ke luar
negeri. Singapura. Dengan mengorbankan sepetak tanah dan modal restu dari
ayah-ibunya, Tasniem membawa hari-harinya bertarung dengan tanah rantau.
Bertarung dengan ke-heterogen-an sekolah barunya,kesepian, keterasingan,persaingan,
prinsip hidup, bahkan bertarung dengan dirinya sendiri.
Satu hal yang Tasniem yakini dalam
perjalanannya yang tidak bisa dibilang mudah. Bahwa setelah kesulitan itu ada
kemudahan. Bahwa ketika dia meninggalkan keluarganya, Tuhan mengirimkannya
sahabat-sahabat yang walau berbeda dari segala fisik sampai kepercayaan,
membuatnya tenang dan kembali bersemangat. Bahwa ketika kegagalan membuatnya
runtuh, Tuhan sedang mengajarinya untuk kuat. Bahwa ketika pilihan itu terasa
menyesakkan dan menyakitkan, Tuhan sedang menyiapkan hikmah lain yang lebih
indah.
Bersahabatlah dengan kegagalan, karena
kegagalan adalah pengingat yang hebat kala dirimu terlena oleh kemalasan.
Itu adalah quote yang mungkin muncul di batok kepala saat membaca buku ini.
Novel karya Tasniem Fauzia Rais dan suaminya ini merupakan novel yang
menceritakan dirinya sendiri saat masih berusia 15 tahun. Usia yang cukup belia
untuk bisa menemukan pintu petunjuk dari liku-liku hidupnya saat itu. Bukan hanya menyajikan usaha tanpa henti dari
sosok mungil Tasniem, tapi juga tentang persahabatan. Petualangannya dengan 3
sahabatnya yang membuat mereka belajar banyak hal tentang arti persahabatan. Persembahan untuk orang tua yang telah
merelakannya merantau dituliskan dengan pesona sendiri hingga membuat pembaca
bisa mengingat orang tuanya sendiri. Dan tidak lupa juga sentuhan roman antara Tasniem dan cinta pertamanya saat SMP.
Dari buku ini kita akan belajar
tentang kerja tiada henti dan doa yang tiada putus dari makhluk kecil bernama manusia. Membuat
kita merenungi tentang pekatnya malam
dan semua misteri di dalamya. Lalu membuat kita berpikir bagaimana caranya
mengubah malam itu menjadi malam-malam terang penuh cahaya. Tasniem sudah melaluinya
dengan mengalami banyak hal. Membuat kelam malamnya menjadi lentera-lentera
petunjuk jalan. Lalu bagaimana dengan kita? Dan belajarlah dari “Malam-malam Terang”. ^_^
I
appreciate this book with five white roses. Then I want to write my other point
of view with informal words. J
Kuberikan
point 3,7 untuk buku ini (dengan skala 4). Meski bukan motivasi, perjalanan
hidup Bu Tasniem yang merupakan putri ke-4 Amien Rais membuatku bercermin pada
beliau. Membuatku kembali menelaah bahwa perjalananku sampai ketika aku menulis
review ini nggak lebih dari sekedar ngupil. Hehehe….
Jujur
aku juga pernah gagal. Pernah marah dan mengutuk betapa nggak adilnya dunia
ini. Jadi aku mengerti sekali perasaan Bu Tasniem kala itu. Mungkin beberapa
orang bakal berkomentar: Aih, itu kan cuma nilai. Plis! Ini bukan masalah nilai.
Tapi masalah mimpi yang kandas di tengah jalan. Tangga impian yang disusun
semanis mungkin, roboh hanya gara-gara sebuah NEM.
Buku
ini cocok banget untuk mereka yang sedang berjuang di penghujung kelas. Secara akademis
maksudku. Entah yang kelas 6 SD, 3 SMP, 3 SMA, sedang skripsi atau sedang
tesis. Seperti dibisikkan bahwa kegagalan itu tidak akan membuat kita mati.
Tidak akan membuat malaikat Izrail langsung datang dan membawa nyawa kita masuk
neraka. Tenang saja, Tuhan Mahatahu yang terbaik bagi kita. Dia nggak akan
membuat kita hidup nelangsa meski kita gagal di ujian akhir sekolah.
Well,
aku menangis saat episode Bu Tasniem yang dipanggi sebagai the first from The
Big Ten. Rasanya seperti namaku sendiri yang dipanggil. Rasanya semua sakit,
ngantuk, capek, tangis, saat belajar disambi baca novel ini terpuaskan dengan suara
imaji tepuk tangan. Sensasi yang mungkin susah kalau kurealisasikan ( ya kali,
aku kan bukan siswa Globe College), tapi aku bener-benar menikmatinya.
Well…well
…well… I love the story like my live
right now. J
0 komentar:
Posting Komentar