About

If I wind....I can bring every single laugh and tears in the same way
Should I tell you like the same way when I was crying or laughing at that time?

Let's be a friend!!!

Cari Blog Ini

Karena Allah Lebih Menyangimu


            

Agung Prahendika. Itu nama kakak laki-lakiku semata wayang. Satu-satunya saudara sekandung yang aku punya. Tidak ada yang istimewa memang. Dia cowok alim dengan tampang standar khas cowok Indonesia. Kalau dilihat dari segi fisik dia memang bakal langsung didiskualifikasi kalau ikut ajang pemilihan putra-putri daerah. Belum daftar aja pasti langsung ditolak. Hahaha.  Tapi dilihat dari sisi lain, dia salah satu orang yang aku anggap  cowok keren lho.  
            Mas Agung adalah sosok dewasa, maklum sih anak pertama , sabar , penyayang dan agamis banget. Aku belum pernah tau ada cowok yang jarang banget absen sholat tahajud seperti Mas Agung, hafalan Qur’an bejibun dan yang pasti punya otak lumayan cemerlang.
            Dari kecil aku memang lebih deket dengan Mas Agung ketimbang kedua ortuku. Iya sih, mereka sibuk kerja. Otomatis juga sampai aku sebongsor ini aku lebih suka bermanja-manja ria sama kakakku itu. Toh Mas Agung juga nggak keberatan aku pasang gaya alay atau merajuk di depan dia. Dia juga orang yang mensupportku habis-habisan ketika aku memutuskan untuk memakai jilbab yang lumayan lebar. Waktu Mas Agung kuliah di Jogja, tiap akhir pekan dia selalu sempetin pulang buat nengokin aku yang waktu itu masih SMA.
            Sampai akhirnya, saat aku duduk di kelas XII SMA, Mas Agung mengatakan keinginannya untuk menikah dengan kawan sekampusnya. Busyet dah…melongo gila aku. Dia bahkan belum lulus skripsi lho. Bukan itu sih alasan sebenarnya kenapa aku langsung merengut waktu Mas Agung mengatakan hal itu padaku . Aku nggak bisa mendiskripsikan peraaanku waktu itu. Antara seneng, sedih, penasaran, sebel…ah aku juga nggak tau apa. Waktu itu aku takut anget kalau Mas Agung bakalan nglupain aku kalau sudah punya istri.
            Aku masih inget gimana Mas Agung ngakak waktu aku dengan jujurnya ngeluhin hal itu. Dia mengacak rambutku sayang sambil menahan tawa. “Ya ampun dek…sampai segitunya kamu. Denger ya, sekalipun nanti Mas punya istri, punya anak, sayang Mas sama adek itu nggak bakalan berkurang.”  Cless dah rasanya!
            Hari yang dijanjikan itu pun tiba, hari lamaran maksudku. Mas Agung diantar 2 kawan baiknya yang kebetulan sudah aku kenal ( kenal nama doang ding), Mas Rian dan Mas Anggit, untuk lamaran di Semarang, tempat calon kakak iparku itu berada.
            Sepertinya Tuhan sedang berusaha memainkan takdir Mas Agung waktu itu. Mobil yang membawa rombongan pelamar itu kecelakaan. Mobil yang ditumpangi Mas Agung dan kawan-kawannya ringsek ditubruk bus pariwisata. Aku yang waktu itu sedang uji coba UAN langsung pingsan mendengar tangis Mama yang menelfonku pelan-pelan. Papa dan Mama selamat, mereka ada di mobil satunya yang selamat dari tabrakan maut itu. Tapi tidak dengan Mas Agung. Dia meninggal sejam setelah sampai di rumah sakit. Iya! Dia meninggal. Tanpa ada tanda apa-apa, tanpa bilang apa-apa dia pergi begitu saja.
            Aku menangis tak percaya. Bahkan sebulan setelah Mas Agung pergi pun aku masih tak percaya kalau Mas Agung sudah nggak akan nemuin aku lagi. Aku masih menganggapnya sibuk mengurusi kuliah dan skripsinya di Jogja. Aku  bahkan masih sesekali mengirim SMS padanya, walaupun pada akhirnya aku sadar kalau SMS itu tidak akan pernah ada lagi balasannya.
            Sejak Mas Agung meninggal juga, aku yang semula cewek cerewet dan aktif jadi sedikit pendiam. Entah…aku hanya merasa kalau sekarang sudah tidak akan ada orang yang bakal ngelindungi aku sama seperti yang Mas Agung lakukan. Aku jadi sedikit penakut dan introvert. Entah…aku sendiri juga nggak tahu kenapa.
Sampai sutau hari di ospek pertama kampus….
“Dek, kamu bener namanya ‘Mila’ dari Solo?” Waktu itu aku mengernyit bingung menatap dua sosok yang asing bagiku. Kalau dari kostum sih kayaknya mereka kakak tingkatku deh.
 “Kenal Agung Prahendika nggak?” Aku ternganga ketika sadar siapa dua orang didepanku. Bahkan ketika mereka menceritakan cuplikan lama kisah kakakku itu, aku langsung yakin siapa sebenernya mereka.
“Ya Allah, jadi kamu adeknya Agung? Alhamdulillah bisa ketemu juga. Waktu kami di ruang ICU saat itu, kakakmu sempat berbisik pada kami sebelum meninggal. Dia meminta kami untuk  menjagamu kalau-kalau kamu jadi masuk kesini. Wah, nggak nyangka bisa ketemu secepat ini…”
            Aku mematung.  Mas Agung? Bilang kayak gitu? Mataku sudah siap mengebah lagi. Bahkan ketika dia sudah meninggal pun dia masih mencoba melindungiku kan? Dan sekarang aku sudah mulai terbiasa dengan ketidakberadaan Mas Agung. Bukan melupakannya, cuma menggantikan sosoknya dengan sosok lain. Kak Rian dan Kak Adit yang sesekali memberi SMS penyemangat tiap aku mau ujian dan tak lupa juga  mantan calon kakak iparku yang justru sekarang jadi kakak kosku.
Mas Agung, aku akan baik-baik saja. Tanpa kamu pun aku akan baik-baik saja. Karena aku tahu sekarang, Allah sangat menyangi orang baik sepertimu. Itulah kenapa dia memanggilmu duluan.



¡Compártelo!

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
 
Little Queen Wind Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger